Aku berdiri tepat dipinggir jalan raya, tak jauh dari kantorku yang berlokasi di jantung ibukota Negara ini. Malam ini aku pulang cukup larut malam, maklum urusan kerjaan sedang menumpuk laksana gunung. Kuhentikan sebuah taksi yang melintas tepat didepanku. Taksi biru itu berhenti dan aku masuk tanpa ragu. Pekerjaan yang cukup melelahkan di hari ini cukup terobati ketika aku masuk dalam taksi dan menikmati kursi empuknya serta udara dingin yang menghembus dari AC.
Sejenak aku terdiam, menikmati kerlap kerlip lampu kota ini dimalam hari, larut dalam fikiranku sendiri. Tapi.. perjalanan menuju rumahku tak sedap rasanya jika ku lewati dengan kebisuanku. “Sedang dapat shift malam pak?” sapaku mengawali pembicaraan. Obrolanpun terus mengalir hingga ia menceritakan kisah masa lalunya. “Waktu itu ada seorang perempuan dan seorang anak kecil dalam gendongannya. Ia hanya membawa tas yang tak seberapa besar. Dia yang tampak lusuh dan lemah itu duduk di depan rumah kontrakkan saya. Ketika saya datang sepulang kerja, dia menyapa saya dan memohon – mohon pada saya untuk diizinkan menginap di rumah saya. Sampai – sampai ia bersedia merelakan harga dirinya sebagai wanita demi diizinkannya dia dan anaknya untuk berteduh dirumah saya.”
“Trus pak, bapak mengizinkan? Mang sebenarnya ibu2 itu kenapa?” tanyaku antusias.
Pak supirpun melanjutkan “Dia cerita bahwa dia kabur dari kampungnya di jawa membawa anaknya dan pakaian sekedarnya, karena suaminya mengkhianati. Suaminya menikah lagi dengan wanita lain, tanpa sepegetahuan dan sepersetujuan dirinya. Tak kuat dengan tekanan bathin, dia pergi ke kota ini meskipun dia tidak tahu akan menemui siapa karena dia tak kenal satupun orang atau saudara di kota ini. Saya mengizinkannya tinggal dirumah saya selamanya.”
“ Maksud bapak?!” tanyaku lebih jauh. “ Saya menikahinya dan menjadikannya istri. Sekarang saya sudah punya 2 orang anak. Jadi anak saya tiga orang. Semuanya saya perlakukan sama. Saya merasa kasihan dengan hidup dia dan kondisinya pada saat itu. Waktu itu saya menawarkan diri menjadi suaminya dengan kondisi ekonomi saya yang ya… beginilah adanya. Rumah masih ngontrak, penghasilan gak tetap… Alhamdulillah, dia menerima dan sampai sekarang kami baik – baik saja.”
Degggg!!! Ku hela nafas dalam – dalam sambil berucap dalam hati subhanallah.. Aku kagum dengan keputusan pak supir taksi yang berdarah Sumatra itu. Dia bersedia menerima wanita yang meski dengan latar belakang, status social dan kondisi yang bisa jadi dianggap rendah oleh oranglain. Padahal sebelumnya dia belum pernah menikah, andai dia mau tentu dengan mudahnya dia mampu memilih yang lain. Apalagi konon, menurut penelitian jumlah laki – laki lebih banyak dari wanita. Mm…subhanallah, dia mampu menerima wanita itu plus dengan masa lalunya, diapun mampu mengubah rasa iba menjadi cinta berbingkai syariat dan dijalaninya dengan rasa tanggung jawab. Saat itu akupun teringat kala seorang temanku berniat mengenalkan pada seseorang. Begini ia bercerita :
“ Mba, lagi proses nggak?” Tanya dia lewat pesawat genggamku. “ Kenapa? Kamu mo cariin? Tanya ku berbalik. “ Mmm..nggak kog, ini ada teman kantor yang insya Allah serius cari teman hidup. Orangnya bisa bahasa arab loh mba, hafalannya banyak lagi.” Begitu promosi calon sang moderator. “Oh ya?” balasku secukupnya. “ Tapi, mbak indah putih kan? Soalnya dia nyari yang putih.” Lanjutnya. Dahiku merengut, berfikir. Kemudian tersenyum lebar. Lalu kujawab tengil “ Oh, iya dong. Mbak indah tu putih banget apalagi kalau pakai mukena, tinggal pakai cadar putih aja deh. Jadi putih semua kan? Hehehe..Bilang sama dia selain putih, mba indah juga berdarah biru. Karena minggu – mingu ini lagi pakai mukena yang berwarna biru.” Hehe..tawa kami bersama memecah keseriusan. “Jadi mbak bisa kirim foto mbak kan? Via email saja. Dia mau lihat fotonya dulu” sambungnya. Aku terdiam, bingung. “Mba indah bingung, Dia mau proses tapi kog hanya ingin lihat fotonya saja, tidak dengan biodatanya?bukankah itu tidak ahsan?” ungkapku. Diapun terdiam. Lalu berkata “Yang tadi aku bilang itu juga serius mba”. “Yang tadi yang mana?” sahutku bingung. “Itu yang dia pengen calonnya berkulit putih, katanya dia ingin memperbaiki keturunan.”
Deggg!?!?! Hehehe..Aku terkaget – kaget, kufikir itu hanya cerita di nergi dongeng saja, atau kalaupun ada hanya jadi bahan canda ustadz – ustadz yang ceramah saja. Akupun tersenyum geli. Betapa malang nasib diriku yang mesti terlahir lumayan remang – remang begini ya… andai saja sebelum dilahirkan ada manusia yang bisa memilih. Tentu dia (apalagi aku) akan memilih berwajah secantik Zulaikha, berotak secerdas Aisyah RA, terlahir dikeluarga yang kaya raya, bersuku yang paling baik, dst, dst. Uugh dasar manusia!
“ Jadi gimana mbak?” lanjutnya memecah lamunanku. “Maaf, mba indah ingin dengan cara yang baik karena niat yang baik harus disempurnakan dengan cara yang baik juga. Mba indah faham dan mengerti itu manusiawi sifatnya, Rasulpun membolehkan meski tidak mengutamakannya. Tapi mba indah merasa tidak nyaman dengan caranya & keinginannya, mba indah merasa tidak memenuhi kualifikasi itu. Tapi, kalau dia tidak keberatan, mba indah akan membantunya mengenalkan dengan teman mba indah yang memang dia putih karena keturunan.” Jawabku tenang. “Bukan karena dipermak begini” lanjutku bercanda. “ Nggak ah, kalau mbak gak mau aku nggak mau meneruskan ke orang lain. Biar saja dia cari sendiri.” Jawabnya kekeuh. “Eee..gak boleh begitu, karena kita faham dia, kita tetap Bantu dia, ya gak?” . Yang diseberang telfon hanya diam saja.
----------------------------------------
“Wah, bapak termasuk laki – laki langka lho pak?” puji ku. Yang dipuji hanya tersenyum kecil. “Pak doakan ya, semoga suami saya nanti, bisa menerima apa adanya saya seperti bapak ya”. Harapku malu – malu.
Taksi mendekat, menuju rumahku jauh diluar kota ini. Kuberikan beberapa lembar puluhan ribu sesuai angka di argo taksi dan sedikit lebihnya. Akupun turun, taksiku malam ini meninggalkan sebuah hikmah special akan ketulusan hati seseorang. Ya! Hati seorang bapak yang sederhana tapi berhati kaya. Berharap kita sama – sama belajar disini. Di mata air kehidupan namanya.
-----------------------------------------
Sejenak aku terdiam, menikmati kerlap kerlip lampu kota ini dimalam hari, larut dalam fikiranku sendiri. Tapi.. perjalanan menuju rumahku tak sedap rasanya jika ku lewati dengan kebisuanku. “Sedang dapat shift malam pak?” sapaku mengawali pembicaraan. Obrolanpun terus mengalir hingga ia menceritakan kisah masa lalunya. “Waktu itu ada seorang perempuan dan seorang anak kecil dalam gendongannya. Ia hanya membawa tas yang tak seberapa besar. Dia yang tampak lusuh dan lemah itu duduk di depan rumah kontrakkan saya. Ketika saya datang sepulang kerja, dia menyapa saya dan memohon – mohon pada saya untuk diizinkan menginap di rumah saya. Sampai – sampai ia bersedia merelakan harga dirinya sebagai wanita demi diizinkannya dia dan anaknya untuk berteduh dirumah saya.”
“Trus pak, bapak mengizinkan? Mang sebenarnya ibu2 itu kenapa?” tanyaku antusias.
Pak supirpun melanjutkan “Dia cerita bahwa dia kabur dari kampungnya di jawa membawa anaknya dan pakaian sekedarnya, karena suaminya mengkhianati. Suaminya menikah lagi dengan wanita lain, tanpa sepegetahuan dan sepersetujuan dirinya. Tak kuat dengan tekanan bathin, dia pergi ke kota ini meskipun dia tidak tahu akan menemui siapa karena dia tak kenal satupun orang atau saudara di kota ini. Saya mengizinkannya tinggal dirumah saya selamanya.”
“ Maksud bapak?!” tanyaku lebih jauh. “ Saya menikahinya dan menjadikannya istri. Sekarang saya sudah punya 2 orang anak. Jadi anak saya tiga orang. Semuanya saya perlakukan sama. Saya merasa kasihan dengan hidup dia dan kondisinya pada saat itu. Waktu itu saya menawarkan diri menjadi suaminya dengan kondisi ekonomi saya yang ya… beginilah adanya. Rumah masih ngontrak, penghasilan gak tetap… Alhamdulillah, dia menerima dan sampai sekarang kami baik – baik saja.”
Degggg!!! Ku hela nafas dalam – dalam sambil berucap dalam hati subhanallah.. Aku kagum dengan keputusan pak supir taksi yang berdarah Sumatra itu. Dia bersedia menerima wanita yang meski dengan latar belakang, status social dan kondisi yang bisa jadi dianggap rendah oleh oranglain. Padahal sebelumnya dia belum pernah menikah, andai dia mau tentu dengan mudahnya dia mampu memilih yang lain. Apalagi konon, menurut penelitian jumlah laki – laki lebih banyak dari wanita. Mm…subhanallah, dia mampu menerima wanita itu plus dengan masa lalunya, diapun mampu mengubah rasa iba menjadi cinta berbingkai syariat dan dijalaninya dengan rasa tanggung jawab. Saat itu akupun teringat kala seorang temanku berniat mengenalkan pada seseorang. Begini ia bercerita :
“ Mba, lagi proses nggak?” Tanya dia lewat pesawat genggamku. “ Kenapa? Kamu mo cariin? Tanya ku berbalik. “ Mmm..nggak kog, ini ada teman kantor yang insya Allah serius cari teman hidup. Orangnya bisa bahasa arab loh mba, hafalannya banyak lagi.” Begitu promosi calon sang moderator. “Oh ya?” balasku secukupnya. “ Tapi, mbak indah putih kan? Soalnya dia nyari yang putih.” Lanjutnya. Dahiku merengut, berfikir. Kemudian tersenyum lebar. Lalu kujawab tengil “ Oh, iya dong. Mbak indah tu putih banget apalagi kalau pakai mukena, tinggal pakai cadar putih aja deh. Jadi putih semua kan? Hehehe..Bilang sama dia selain putih, mba indah juga berdarah biru. Karena minggu – mingu ini lagi pakai mukena yang berwarna biru.” Hehe..tawa kami bersama memecah keseriusan. “Jadi mbak bisa kirim foto mbak kan? Via email saja. Dia mau lihat fotonya dulu” sambungnya. Aku terdiam, bingung. “Mba indah bingung, Dia mau proses tapi kog hanya ingin lihat fotonya saja, tidak dengan biodatanya?bukankah itu tidak ahsan?” ungkapku. Diapun terdiam. Lalu berkata “Yang tadi aku bilang itu juga serius mba”. “Yang tadi yang mana?” sahutku bingung. “Itu yang dia pengen calonnya berkulit putih, katanya dia ingin memperbaiki keturunan.”
Deggg!?!?! Hehehe..Aku terkaget – kaget, kufikir itu hanya cerita di nergi dongeng saja, atau kalaupun ada hanya jadi bahan canda ustadz – ustadz yang ceramah saja. Akupun tersenyum geli. Betapa malang nasib diriku yang mesti terlahir lumayan remang – remang begini ya… andai saja sebelum dilahirkan ada manusia yang bisa memilih. Tentu dia (apalagi aku) akan memilih berwajah secantik Zulaikha, berotak secerdas Aisyah RA, terlahir dikeluarga yang kaya raya, bersuku yang paling baik, dst, dst. Uugh dasar manusia!
“ Jadi gimana mbak?” lanjutnya memecah lamunanku. “Maaf, mba indah ingin dengan cara yang baik karena niat yang baik harus disempurnakan dengan cara yang baik juga. Mba indah faham dan mengerti itu manusiawi sifatnya, Rasulpun membolehkan meski tidak mengutamakannya. Tapi mba indah merasa tidak nyaman dengan caranya & keinginannya, mba indah merasa tidak memenuhi kualifikasi itu. Tapi, kalau dia tidak keberatan, mba indah akan membantunya mengenalkan dengan teman mba indah yang memang dia putih karena keturunan.” Jawabku tenang. “Bukan karena dipermak begini” lanjutku bercanda. “ Nggak ah, kalau mbak gak mau aku nggak mau meneruskan ke orang lain. Biar saja dia cari sendiri.” Jawabnya kekeuh. “Eee..gak boleh begitu, karena kita faham dia, kita tetap Bantu dia, ya gak?” . Yang diseberang telfon hanya diam saja.
----------------------------------------
“Wah, bapak termasuk laki – laki langka lho pak?” puji ku. Yang dipuji hanya tersenyum kecil. “Pak doakan ya, semoga suami saya nanti, bisa menerima apa adanya saya seperti bapak ya”. Harapku malu – malu.
Taksi mendekat, menuju rumahku jauh diluar kota ini. Kuberikan beberapa lembar puluhan ribu sesuai angka di argo taksi dan sedikit lebihnya. Akupun turun, taksiku malam ini meninggalkan sebuah hikmah special akan ketulusan hati seseorang. Ya! Hati seorang bapak yang sederhana tapi berhati kaya. Berharap kita sama – sama belajar disini. Di mata air kehidupan namanya.
-----------------------------------------
1 komentar:
Mbak Asri salam kenal ya
barusan saya browsing2 tentang mmbc yg mengecewakan dan masuk ke blog ini,akhirnya keterusan baca postingan mbak yang lain.cerita nya bagus2 dan cara penulisannya saya suka