Seorang temanku, laki – laki menikah hampir dua bulan yang lalu. Dan dua minggu lalu pula aku menghub nya via SMS. Hanya menanyakan kabarnya, kabar dan nama istrinya dan tempat tinggal nya sekarang. Gayung bersambut, ndak kusangka istrinya lah yang menjawab. Mengenalkan diri dan menjawab pertanyaan2 itu. Hmm.., tak aku sia2kan untuk silaturrahmi kali pertama ini. Akupun mengenalkan diri dan mencoba membentuk persepsi yang sama, bahwa siapapun temanku aku tetap berharap selalu ada silaturrahmi dan persaudaraan yang semakin bertambah dengan bertambahnya usia dan berubahnya status kita.
Hingga detik saat aku menuliskan inipun, tak ada balasan darinya atau istrinya. Tak ada konfirmasi apapun, atas silaturrahmiku via sms saat itu. Entah kenapa, yang aku tahu dia selalu berusaha menjawab sesegera mungkin semua orang yang menghubunginya, yang aku tahu dia selalu membina hubungan baik dengan siapapun apapun latarnya. Rupanya, aku semakin harus membatasi diri untuk tidak menghubunginya. Jika saat ini 2-3 bulan 1 kali, sekarang mungkin mesti 4-5 bulan 1 kali?? Lama – lama bisa ndak sama sekali. Duh,sedihnya jika pernikahan memutuskan setiap hubungan persaudaraan. Teganya cinta..
Cemburu! Mungkin inilah yang sedang melanda istri dari temanku. Seperti pengakuan temanku sendiri, beberapa bulan sebelum pernikahannya berlangsung. Entah apa yang melatarbelakangi seseorang untuk cemburu.. apakah cinta yang berlebih, rasa ketidakpercayaan pada pasangan, atau takut kehilangan?
Apapun latar belakangnya, tetap saja cemburu jika tak segera dikelola dengan baik, maka tak jarang dia akan menghasilkan sikap yang over protektif hingga possesif.
Sesungguhnya, suami/istri adalah sepenuhnya milik Allah. Bukan milik siapa – siapa, hatta sang putri atau pangeran yang mencintai dan dicintainya. Jadi, titipkan pasangan hanya dan hanya pada Allah. Biarkan ia berada dalam penjagaanNya. Karena seluas apa sih daya jangkau kita? Bukankah hanya seluas mata memandang dan sepanjang kabel jaringan? Meski teknologi ICT sudah berkembang hingga 3G. Tapi tetap saja, itu bisa diakali. Meski ketika dirumah bisa diperhatikan, tapi apa iya saat ia DL, saat ia bertemu janji dengan client, saat ia raker perusahaan maka kita bisa memperhatikan sedetail saat ia berada dirumah?
Sisi yang lain juga, suami/istri bukanlah hak prerogratifnya pasangan. Tapi ia juga milik ayah ibu dan saudara2nya, milik teman2nya, bahkan jika ia da’i/da’iyah maka ia jugapun milik jama’ah ini. Karenanya, izinkan ia untuk membelah fikiran dan hatinya untuk mereka. Tentu saja dengan skala prioritas yang telah diyakini bersama.
Jika kita mencintai orang lain, aku yakin kita akan melakukan yang terbaik untuk orang tersebut. Tapi pernahkah kita bertanya, apakah hal terbaik yang kita lakukan itu juga menyenangkan dan terbaik bagi dirinya? Jangan – jangan ada misslink disana.
Alih – alih ingin membuatnya tetap setia pada kita, bahagia dengan kita, tetapi malah membuat dirinya merasa bahwa pernikahan hanya bak sangkar emas baginya. Indah, megah namun membuat dia, orang yang kita cintai terpenjara. Terpenjara psikisnya, terpenjara potensinya, terpenjara lingkungan sosialnya. Hmm..itukah namanya cinta???
Bukankah semestinya masing – masing pasangan memberikan rasa nyaman dan aman. Aman dan nyaman bagi kita juga dirinya. Bukan aman dan nyaman bagi diri kita saja atau dirinya saja, sehingga sementara pihak yang lain menderita. Jika, kecemburuan merupakan hal yang menyenangkan bagi pasangan dan bagi orang – orang dilingkungan sosial pasangan, so what gitu lho?lanjutkan saja. Tapi jika sebaliknya? Nampaknya kita mesti menata ulang lalu mengelola cemburu menjadi penguat ikatan itu sendiri.
Memulai jalan tengahnya, kita bisa mulai dengan mengenalkan pasangan dengan teman – teman dan lingkungan sosial kita, terbuka untuk menceritakan hal yang perlu diceritakan, melibatkannya dalam aktifitas kita, berteman dan ’berkeluarga’ dengan teman – teman dan keluarga pasangan.
Cemburu adalah gesekan emosi, cinta adalah gesekan hati. Dengan formulasi yang tepat, insya Allah pelakunya akan mendapatkan kebahagiaan, kemuliaan.
Anyway, by the way, busway, siomay, cap cay.. that’s just my opinion in my mind. Maklum, masih single band, nah temen2 yang sudah dualband(hehe, memangnya hape) saja deh yang praktekkin. Honestly, malu juga menulis seperti ini, kesannya seperti sudah pengalaman aja. Padahal seh, sok u know aje. Hehehe
Lepas dari ini semua, aku benar – benar memakluminya dan aku hanya ingin kita sama – sama belajar. Tentang kecemburuan yang bisa saja terjadi pada kita terhadap pasangan, sahabat, atau teman.
Hmm..ini baru ttg cemburu dalam arti sempitnya, dalam artian luasnya. Adakah yang mau menjabarkan?
Hingga detik saat aku menuliskan inipun, tak ada balasan darinya atau istrinya. Tak ada konfirmasi apapun, atas silaturrahmiku via sms saat itu. Entah kenapa, yang aku tahu dia selalu berusaha menjawab sesegera mungkin semua orang yang menghubunginya, yang aku tahu dia selalu membina hubungan baik dengan siapapun apapun latarnya. Rupanya, aku semakin harus membatasi diri untuk tidak menghubunginya. Jika saat ini 2-3 bulan 1 kali, sekarang mungkin mesti 4-5 bulan 1 kali?? Lama – lama bisa ndak sama sekali. Duh,sedihnya jika pernikahan memutuskan setiap hubungan persaudaraan. Teganya cinta..
Cemburu! Mungkin inilah yang sedang melanda istri dari temanku. Seperti pengakuan temanku sendiri, beberapa bulan sebelum pernikahannya berlangsung. Entah apa yang melatarbelakangi seseorang untuk cemburu.. apakah cinta yang berlebih, rasa ketidakpercayaan pada pasangan, atau takut kehilangan?
Apapun latar belakangnya, tetap saja cemburu jika tak segera dikelola dengan baik, maka tak jarang dia akan menghasilkan sikap yang over protektif hingga possesif.
Sesungguhnya, suami/istri adalah sepenuhnya milik Allah. Bukan milik siapa – siapa, hatta sang putri atau pangeran yang mencintai dan dicintainya. Jadi, titipkan pasangan hanya dan hanya pada Allah. Biarkan ia berada dalam penjagaanNya. Karena seluas apa sih daya jangkau kita? Bukankah hanya seluas mata memandang dan sepanjang kabel jaringan? Meski teknologi ICT sudah berkembang hingga 3G. Tapi tetap saja, itu bisa diakali. Meski ketika dirumah bisa diperhatikan, tapi apa iya saat ia DL, saat ia bertemu janji dengan client, saat ia raker perusahaan maka kita bisa memperhatikan sedetail saat ia berada dirumah?
Sisi yang lain juga, suami/istri bukanlah hak prerogratifnya pasangan. Tapi ia juga milik ayah ibu dan saudara2nya, milik teman2nya, bahkan jika ia da’i/da’iyah maka ia jugapun milik jama’ah ini. Karenanya, izinkan ia untuk membelah fikiran dan hatinya untuk mereka. Tentu saja dengan skala prioritas yang telah diyakini bersama.
Jika kita mencintai orang lain, aku yakin kita akan melakukan yang terbaik untuk orang tersebut. Tapi pernahkah kita bertanya, apakah hal terbaik yang kita lakukan itu juga menyenangkan dan terbaik bagi dirinya? Jangan – jangan ada misslink disana.
Alih – alih ingin membuatnya tetap setia pada kita, bahagia dengan kita, tetapi malah membuat dirinya merasa bahwa pernikahan hanya bak sangkar emas baginya. Indah, megah namun membuat dia, orang yang kita cintai terpenjara. Terpenjara psikisnya, terpenjara potensinya, terpenjara lingkungan sosialnya. Hmm..itukah namanya cinta???
Bukankah semestinya masing – masing pasangan memberikan rasa nyaman dan aman. Aman dan nyaman bagi kita juga dirinya. Bukan aman dan nyaman bagi diri kita saja atau dirinya saja, sehingga sementara pihak yang lain menderita. Jika, kecemburuan merupakan hal yang menyenangkan bagi pasangan dan bagi orang – orang dilingkungan sosial pasangan, so what gitu lho?lanjutkan saja. Tapi jika sebaliknya? Nampaknya kita mesti menata ulang lalu mengelola cemburu menjadi penguat ikatan itu sendiri.
Memulai jalan tengahnya, kita bisa mulai dengan mengenalkan pasangan dengan teman – teman dan lingkungan sosial kita, terbuka untuk menceritakan hal yang perlu diceritakan, melibatkannya dalam aktifitas kita, berteman dan ’berkeluarga’ dengan teman – teman dan keluarga pasangan.
Cemburu adalah gesekan emosi, cinta adalah gesekan hati. Dengan formulasi yang tepat, insya Allah pelakunya akan mendapatkan kebahagiaan, kemuliaan.
Anyway, by the way, busway, siomay, cap cay.. that’s just my opinion in my mind. Maklum, masih single band, nah temen2 yang sudah dualband(hehe, memangnya hape) saja deh yang praktekkin. Honestly, malu juga menulis seperti ini, kesannya seperti sudah pengalaman aja. Padahal seh, sok u know aje. Hehehe
Lepas dari ini semua, aku benar – benar memakluminya dan aku hanya ingin kita sama – sama belajar. Tentang kecemburuan yang bisa saja terjadi pada kita terhadap pasangan, sahabat, atau teman.
Hmm..ini baru ttg cemburu dalam arti sempitnya, dalam artian luasnya. Adakah yang mau menjabarkan?
4 komentar
kok tulisannya tidak di update sih, sibuk ya. komen "gimana perasaan anti jika anti baru nikah ada telpon masuk dari cewek tdk di kenal en banyak bertanya tentang anti en suami, gimana perasaannya?kesal, atau yang lain."
:) sibuk? ndak juga sih akh. Cuma sok sibuk aja. Hehe.. Khan menulis itu butuh inspirasi, maklum msh penulis ecek - ecek. Jadi mesti bertapa dulu di gua. Tp, mgu dpn diposting lg ahh. Jzkllh, motivasinya ya..
Perasaan? biasa aja. Paling nyeletuk "gangguin aja sih". (hehe,just kidding). Org bertanya ke suami/kita khan banyak maksudnya. Blm tentu negatif meski jg blm tentu positif. Tp tanggapi sj dulu, setidaknya untuk 1 alasan. Bahwa kita sama2 makhluk Allah.
seperti mbak bilang "aku benar – benar memakluminya"...
harus maklum memang.. apalagi masih singleband khan.. :)
jadi belum bisa merasakan dan yang mbak posting atau reply sekarang pun belum tentu mbak lakukan sendiri nanti, soale khan kita gak tahu yang terjadi nanti... tul gak...
dan kita juga gak mesti su'udzon bahwa gak dijawab-jawab karena cemburu atau lainnya yang kita sangka... tapi mungkin banyak alasan lebih bagus dari hanya sekedar cemburu yang kita tidak tahu... bukankah kita disuruh untuk mencari alasan bagi saudara kita sampai 70 alasan?
(ayah asiya)
Jazakallah untuk taushiyahnya..Alhamdulillah masalah ini sudah selesai. Saya jaga jarak untuk tidak berkomunikasi dgn beliau. Hingga sekarang seperti yg saya perkirakan, hanya 1tahun sekali. Lebaran!! Tp ndak apa, asal kelg mrk baik2 saja. Ini bukan kasus pertama pak. Tp sering..saya harus berhadapan dgn kasus serupa. Karena cara pandang dan penyikapan seorang wanita sbg istri dan laki2 sbg suami itu berbeda2. Dan mungkin oranglain yg berada dilingkaran luarnya, semisal dalam hal ini a/ saya jg mesti belajar beradaptasi dgn status baru teman kita. Dan terkait hal ini saya sudah memiliki konsep sendiri. Yg insya Allah sesuai syariat-Nya. Allahu'alam.