Ahh..terlalu sering taushiyah ini kubaca juga ku dengar. Sesering aku yang
tak juga mampu mengaplikasikannya. Bosan juga otakku untuk mencerna!! Sebosan
para ulama yang mungkin saat bertemu sisi sisi manusianya juga bosan dengan
ulahku yang tak juga berubah warna. Hitam jadi kelabu. Kelabu jadi putih. Putih
jadi jernih. Jernih semakin bening. Bening jadi segar. Segar jadi mekar. Mekar
jadi tenar. Di taman syurga-Nya. Uuuuggghhhh kapan kamu begitu???
Jika Allah menganugerahi kesempurnaan indera pada diri kita. Maka melihat.
Mendengar. Merasa. Mengecap. Mencium. Adalah proses tercepat yang dapat
langsung diterima dan menerima respons dari lingkungan luar. Dan selanjutnya
akan berjalan ke simpul simpul syaraf otak, dicerna dengan fikiran dan segenap
hati yang dimiliki untuk kemudian disampaikan! Dengan lisan. Atau tulisan!!
”Allah hadirkan 2 telinga untuk mendengar dan 1 mulut untuk bicara. Tak
lain tak bukan agar kita lebih banyak mendengar dan memilah kata – kata juga
memilih waktu dalam bersuara”. Allah anugrahkan 2 biji mata. Dua telinga. Dua
lubang hidung. Dan banyak lubang pori – pori dikulit kita. Tetapi hanya dan
hanya 1 lidah untuk mengecap juga bersuara. Tak lain dan tak bukan karena
bersuara melalui olah fikiran dan olah qalbu, yang demikian rumit prosesnya,
agar kita lebih hati – hati dalam memanfaatkan. Tak lain dan tak bukan karena
seperti dalam pepatah, bahwa lidah itu tidak bertulang hingga teramat ringan
berbagai kosa kata meluncur darinya.
Dikeseharian, kemanfaatannya hanya ada dua. Bersuara atau diam. Kita yang
mendapatkan nikmat dari Allah ini, sewajarnya jika kita mestilah pandai –
pandai memainkan iramanya. Kapankah diam menjadi solusi. Dimanakah diam malah
jadi tsunami.
Dalam proporsinya diam dan bersuara memiliki tingkat kemuliaannya sendiri –
sendiri. Dalam bersuara kita dapat menyampaikan segala aspirasi dan inspirasi.
Tidak akan pernah ada orang lain yang mampu membaca apa yang kita butuhkan, apa
yang kita inginkan, apa yang kita cita dan cintakan, jika kita tidak sampaikan
dalam satu gerakan, ucapan atau tulisan!!! TIDAK AKAN ADA!! Maka disini, tindakan
adalah jawaban sedang diam adalah mematikan!
Sementara diam dalam proporsinya kita akan mengalami kepekaan intuitif yang
tidak dimiliki oleh tataran teori atau praktek saja. Sehingga pengamalan
yang dihasilkan dengan kepekaan intuitif tadi tentunya menjanjikan amalan yang
lebih bermakna. Tak hanya kosong, kehilangan nilainya.
Seperti yang disampaikan oleh Ivan Illich seorang pemikir di Abad-13 ini dalam Celebration of Awareness, bahwa bahasa ibarat roda. Yang menjadi pusat adalah kata – kata yang terucap. Tapi yang membentuk roda yang melahirkan ucapan justru adalah ruang – ruang kosong tanpa ucapan.
Hmm..teman. Senangnya bisa bersilaturrahiim melalui milis ini. Meski tak saling kenal langsung dalam dunia nyata. Buatku semuanya berharga, dan lebih berharga lagi jika disempurnakan dengan saling taushiyah di Ramadhan ini. Karena mas adalah emas buatku dan karena mbak adalah permata itu. Lidah ini terlalu cantik juga terlalu tampan untuk mengeluarkan
kalimat yang kurang berkenan. Banyak teman – teman yang karena keterbatasannya
hanya bisa membaca setiap tulisan yg ada kemudian diambil ilmunya. Bahkan ada
yang akhirnya mucul dari permukaan (hehee...emang si ulil), karena ukhuwah yang
dirasanya ada disini. Tetap saling jaga yaa...untuk selalu berempati dengan semua. Semoga setelah ini, banyak lagi yang bersedia perkenalkan diri dan ikut diskas share ilmu di milis ini yg pasti semuanya dengan cinta!!! Deuuuuuilee. ...:-p
Have a nice Ramadhan! Maafkan ari lahir bathin..Salam persahabatan.
* Belum ari edit, postingan yg kukirim unt sebuah milis.
tak juga mampu mengaplikasikannya. Bosan juga otakku untuk mencerna!! Sebosan
para ulama yang mungkin saat bertemu sisi sisi manusianya juga bosan dengan
ulahku yang tak juga berubah warna. Hitam jadi kelabu. Kelabu jadi putih. Putih
jadi jernih. Jernih semakin bening. Bening jadi segar. Segar jadi mekar. Mekar
jadi tenar. Di taman syurga-Nya. Uuuuggghhhh kapan kamu begitu???
Jika Allah menganugerahi kesempurnaan indera pada diri kita. Maka melihat.
Mendengar. Merasa. Mengecap. Mencium. Adalah proses tercepat yang dapat
langsung diterima dan menerima respons dari lingkungan luar. Dan selanjutnya
akan berjalan ke simpul simpul syaraf otak, dicerna dengan fikiran dan segenap
hati yang dimiliki untuk kemudian disampaikan! Dengan lisan. Atau tulisan!!
”Allah hadirkan 2 telinga untuk mendengar dan 1 mulut untuk bicara. Tak
lain tak bukan agar kita lebih banyak mendengar dan memilah kata – kata juga
memilih waktu dalam bersuara”. Allah anugrahkan 2 biji mata. Dua telinga. Dua
lubang hidung. Dan banyak lubang pori – pori dikulit kita. Tetapi hanya dan
hanya 1 lidah untuk mengecap juga bersuara. Tak lain dan tak bukan karena
bersuara melalui olah fikiran dan olah qalbu, yang demikian rumit prosesnya,
agar kita lebih hati – hati dalam memanfaatkan. Tak lain dan tak bukan karena
seperti dalam pepatah, bahwa lidah itu tidak bertulang hingga teramat ringan
berbagai kosa kata meluncur darinya.
Dikeseharian, kemanfaatannya hanya ada dua. Bersuara atau diam. Kita yang
mendapatkan nikmat dari Allah ini, sewajarnya jika kita mestilah pandai –
pandai memainkan iramanya. Kapankah diam menjadi solusi. Dimanakah diam malah
jadi tsunami.
Dalam proporsinya diam dan bersuara memiliki tingkat kemuliaannya sendiri –
sendiri. Dalam bersuara kita dapat menyampaikan segala aspirasi dan inspirasi.
Tidak akan pernah ada orang lain yang mampu membaca apa yang kita butuhkan, apa
yang kita inginkan, apa yang kita cita dan cintakan, jika kita tidak sampaikan
dalam satu gerakan, ucapan atau tulisan!!! TIDAK AKAN ADA!! Maka disini, tindakan
adalah jawaban sedang diam adalah mematikan!
Sementara diam dalam proporsinya kita akan mengalami kepekaan intuitif yang
tidak dimiliki oleh tataran teori atau praktek saja. Sehingga pengamalan
yang dihasilkan dengan kepekaan intuitif tadi tentunya menjanjikan amalan yang
lebih bermakna. Tak hanya kosong, kehilangan nilainya.
Seperti yang disampaikan oleh Ivan Illich seorang pemikir di Abad-13 ini dalam Celebration of Awareness, bahwa bahasa ibarat roda. Yang menjadi pusat adalah kata – kata yang terucap. Tapi yang membentuk roda yang melahirkan ucapan justru adalah ruang – ruang kosong tanpa ucapan.
Hmm..teman. Senangnya bisa bersilaturrahiim melalui milis ini. Meski tak saling kenal langsung dalam dunia nyata. Buatku semuanya berharga, dan lebih berharga lagi jika disempurnakan dengan saling taushiyah di Ramadhan ini. Karena mas adalah emas buatku dan karena mbak adalah permata itu. Lidah ini terlalu cantik juga terlalu tampan untuk mengeluarkan
kalimat yang kurang berkenan. Banyak teman – teman yang karena keterbatasannya
hanya bisa membaca setiap tulisan yg ada kemudian diambil ilmunya. Bahkan ada
yang akhirnya mucul dari permukaan (hehee...emang si ulil), karena ukhuwah yang
dirasanya ada disini. Tetap saling jaga yaa...untuk selalu berempati dengan semua. Semoga setelah ini, banyak lagi yang bersedia perkenalkan diri dan ikut diskas share ilmu di milis ini yg pasti semuanya dengan cinta!!! Deuuuuuilee. ...:-p
Have a nice Ramadhan! Maafkan ari lahir bathin..Salam persahabatan.
* Belum ari edit, postingan yg kukirim unt sebuah milis.
1 komentar:
blognya nggak di update lagi nih mbak ?? sibuk terus ya :)