“Wa’alaikumsalam..” jawab mereka hampir serentak. Aku mengambil duduk diantara mereka yang sudah duduk melingkar rapi. Sambil membasuh keringat dengan tissue basah, kupandangi mereka. “Eehh..ira apa kabarnyaa?? Tanyaku pada salah satu diantara mereka. “Baek mbak..” jawabnya pendek. “Koog kemarin nggak keliatan?nggak kangen neh sama mba yang manis ini??” tanyaku narsis menggoda.
“Hehe..lagi males mbak..” jawabnya polos takut - takut. Deggg! Jujur saja, jawaban itu cukup membuatku kaget juga, jarang sih yang jawab apa adanya begitu. Tapi aku ndak mau kalah dengan kondisi itu, akupun tersenyum “Ya nggak papa..kadang – kadang m’ari juga suka males, kalau lagi capek atau kalau lagi banyak kerjaan. Rasanya berat banget mau jalan. Tapi itu nggak mau lama – lama. Nggak enak juga soalnya kalau nggak ngaji. Rasanya gimanaa gitu.. kalo ngaji khan enak, baru ketemu temen aja uda jadi semangat lagi mau ibadah. En yang pentiiiinggg...ngaji nggak ngaji, jangan sombong sama mba ari lho yaaa..” jawabku santai. Mereka memang benar – benar ABG yang tinggal dipusat kota. Sama – sama dikotanya, tapi aku merasa ada perbedaan dengan ABG yang tinggal dipinggiran kota seperti ditempat tinggalku.
Aku belajar memaklumi kondisi mereka. Malas, mungkin satu bagian dari proses perubahan itu sendiri. Seperti gugurnya daun dari dahannya. Asalkan selalu ada daun – daun baru yang tumbuh. Maka malas juga bisa menjadi satu bagian dari episode rajin. Karena itu malasnya mereka, kuharap adalah istirahat sejenak demi mengambil langkah – langkah yang lebih baik lainnya. Kucoba memberi toleransi, meski jarak kehadirannya kucoba menjaganya. Satu hal yang menjadi target awalku. Yaitu tetap bisa berkomunikasi dengan mereka apapun kondisinya. Bukan aku sebagai mentor. Tapi aku sebagai aku. Aku sebagai teman ngobrol mereka. Aku sebagai teman main mereka. Tapi tentu saja sisi yang lain dari hal ini, juga untuk koreksi diriku.
Mentoring ndak selamanya kami isi dengan materi – materi. Terkadang mentoring kami isi dengan sekadar obrolan – obrolan. Mulai dari obrolan ringan tentang kabar anggota keluarga salah seorang dari kami, lalu mengalir pada berita – berita terhangat sampai ngobrolin negara. Fuuuuiihhh!!berat benerrrr.
Ndak selamanya juga kami lakukan dimasjid. Makan bareng di resto fast food sambil ngobrol sana sini juga pernah kami lakukan. Hehehe..geli juga kalu ingat. Membangun hubungan emosi secara pribadi memang cukup sulit dilakukan jika hanya formal. Sekali waktu keluar dari zona formal itu juga perlu. Dan berhasil juga. Aku bisa ngobrol sana sini dengan mereka sekaligus mendapat simpati hati mereka. Yang terakhir itu, sebenarnya bukan tujuanku, tapi kalaupun dapat yaa..ndak nolak. Karena aku juga butuh itu demi menggiring mereka pada kebaikan insya Allah. Hehe.. oh ya dulu aku juga suka membawa satu loyang puding buatanku untuk adik – adik mentor. Kenapa puding???sespesial itu kah? Bukan!! Karena aku baru bisa buat itu doang. Hehe
Jam 21.10 WIB. Tak terasa memang. Tapi ini saatnya aku harus pulang. Materi sudah kusampaikan. Diskusipun mengalir demikian indah. Hmm..kurasa malaikat sedang mengelilingi kami. Subhanallah..Bukankah ketika kita berkumpul dengan menyebut nama Allah maka Allah jadikan itu sebagai taman – taman syurgaNya di dunia? Ya Allah..jadikan kami penghuni taman – taman syurgaMu di akhirat nanti. Amiin allahumma amiin. Kututup ta’lim malam ini dengan hamdallah, istighfar, doa khafaratul majlis dan doa pengikat hati. Aku melangkah pergi, ditemani lalu lalang kendaraan di Jakarta yang tak pernah mati. Juga terangnya bulan yang bersinar penuh malam ini..
1 komentar:
waaw ary,...good moslem,Allah Akbar